Selasa, 23 Desember 2014

Haji, Sebuah Perjalanan Penuh Air Mata

Terlalu sering aku berpergian ke luar kota untuk menginap beberapa hari, karena kebetulan pekerjaan aku adalah di luar pulau dengan sistem kerja bergilir dua minggu kerja dan dua minggu libur. Namun untuk kepergianku kali ini terasa lain. Aku dan istri akan pergi ke Tanah Suci untuk menyempurnakan keislamanku.


Semalam sebelum berangkat hatiku terasa lain gundah gulana, ada rasa khawatir, ada rasa senang bercampur menjadi satu. Demikian juga hati istriku, hal ini kubaca dari cara tidur istriku yang kelihatannya tidak bisa tidur nyenyak. Hatiku gundah memikirkan keempat anakku yang akan kutinggal pergi selama 42 hari. Ada rasa khawatir kalau-kalau aku tidak kembali lagi karena sesuatu hal dan ada rasa senang karena akan bisa berziarah di rumah Allah yang setiap saat ada di hatiku dan juga akan berziarah ke makam Rosulullah, orang yang menjadi idola dan panutanku semenjak aku kecil. Saat keluarga besarku berkumpul di rumahku untuk mengantar kepergianku di keesokan harinya, hatiku bertambah haru karena tidak biasanya mereka mengantar kalau aku akan pergi. Namun kali ini terasa lain.


Akhirnya kudirikan sholat dua rakaat, namanya sholat shafar bersama dengan istriku dan setelah salam memanjatkan do’a untuk keselamatan dan juga untuk mohon agar keluargaku yang ada di rumah senantiasa dilindungi oleh-NYA dan juga selalu mendapat rachmat dan hidayah-NYA. Baru kali ini aku dan juga istriku sholat dengan deraian air mata mulai dari saat bacaan Al-Fatihah di rakaat pertama sampai salam. Dan semakin deras air mata mengalir saat kami membaca do’a, agak lama kami berdua terisak-isak bermunajat di hadapan-NYA.


Upacara pemberangkatan Thok…thok…..thok……, suara pintu kamarku diketuk dari luar. Ternyata yang mengetuk adalah adikku yang mengabarkan bahwa kami harus segera berangkat ke pendopo kabupaten karena sudah tiba saatnya. Untuk itu dengan sisa-sisa air mata yang masih sedikit merembes keluar, kami keluar kamar kemudian berdiri di halaman rumah bersama istriku tercinta dan rupanya para tetangga dan keluarga besar kami sudah siap untuk mengikuti upacara pemberangkatan haji.


Kakakku memberikan sambutan — dia juga menyampaikan permintaan untuk dido’akan olehku di Tanah Suci nanti– juga memberikan tausiah (nasehat) dengan suara yang serak karena menahan tangis. Hampir semua yang hadir saat itu juga terbawa suasana, jadi hening dan khidmat dan juga banyak yang ikut menangis. Setelah adzan dikumandangkan oleh sepupuku (adzan pertanda saya dan istri harus segera berangkat), kemudian kami panjatkan do’a shafar (do’a bepergian) dengan suara yang serak dan tidak bisa kami tahan. Air mataku mengalir begitu saja.


Aku benar-benar menangis, ini karena anakku yang nomor 3 menangis paling keras dan menempel erat ke badan ibunya. Sehingga saat bersalaman perpisahan dengan para tamu yang hadir saat uparaca pelepasan di rumahku tersebut air mataku masih belum mau berhenti. Surat wasiat Satu hari sebelum keberangkatan, aku juga sudah membuat surat wasiat yang dipegang oleh adik istriku.


Surat wasiat tersebut beirisi harta benda apa saja yang kami miliki dan juga surat-surat berharga lainnya serta juga menyebutkan hutang-hutang atau tanggungan saya di bank (maklum jaman sekarang ini, kebanyakan orang masih tergantung dengan kredit perbankan). Namun tidak aku sebutkan bagaimana kalau misalnya ada apa-apa dengan aku, misalnya meninggal. Namun aku hanya berpesan bahwa kalau saya meninggal, maka harta yang saya tinggal harus dibagi secara hukum faro’id (hukum pembagian waris secara islami).


http://thisniceworld.blogspot.com

Sesampainya di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, jamaah haji dikarantina dan juga ada pembagian buku paspor dan buku kesehatan haji. Juga mendapat bekal siraman rohani setiap selesai sholat jama’ah. Akhirnya pada jam 05.30 setelah subuh tanggal 24 Oktober 2009, rombongan kami berangkat meninggalkan asrama haji dan sampai di Juanda.


Sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya suara talbiyah dikumandangkan oleh kami dan rombongan sehingga menambah suasana haru dan khusuk dan tanpa sadar air mataku meleleh lagi hingga saat masuk ke pesawat terbang Saudia Airline yang akan membawaku ke kota Madinah.


Tiba di Tanah Suci Setelah menempuh penerbangan 9 jam lebih, akhirnya kami dan rombongan mendarat di Bandara Amir Machmud Madinah. Hatiku semakin merasa haru dan senang karena sebentar lagi saya akan menginjakkan Tanah Haram Madinah, dimana di kota ini Rosulullah Muhammad SAW dimakamkan dan juga terdapat Masjid Nabawi. Air mataku menetes lagi saat aku jalankan sujud syukur di Bandara Madinah atas anugerah Allah karena aku benar-benar bisa menziarahi Masjid dan makam kekasih-NYA.


Hatiku semakin berdekup karena rasanya ingin segera sampai hotel kemudian segera pergi ke Masjid Nabawi untuk bisa sholat dan berdo’a di Roudhoh. Sesampai di hotel, kami membereskan urusan pembagian kamar. Begitu urusan pembagian kamar selesai, segera saya bersih-bersih badan dan mengambil air wudlu untuk berangkat ke Masjid Nabawi tengah malam itu juga.


Dengan modal tekad yang sangat kuat bahwa tengah malam itu juga aku harus bisa sholat malam di Roudhoh, kulangkahkan kaki ke Masjid Nabawi. Shalat di Roudhoh Sesampainya di Masjid Nabawi ternyata pintu-pintu masjid masih tertutup, setealah mencoba mencari tahu ternyata ada pintu, namanya King Abdil Azis gate, yang masih terbuka. Segeralah aku masuk ke dalam masjid dan terus melangkah mencari-cari tahu dimanakah letak Roudhoh berada.


Subhannallah……ternyata aku temukan Roudhoh yang sedang tidak begitu ramai oleh jama’ah. Dengan rasa kurang begitu percaya bahwa itu adalah Roudhoh, aku bertanya ke seoarng jama’ah yang berasal dari Malaysia. Aku: “Is it Roudhoh? Am I not dreaming?” Jamaah Malaysia: “Yes, it is Roudhoh. You are not dreaming. Please see this carpets. It is different with carpet at that area.” Sambil tangan Si Malaysia menunjuk ke arah keluar Roudhoh.


Maka segera aku tunaikan sholat tahiyatul masjid. Segeralah air mataku deras mengalir sepanjang sholat dua roka’at tersebut. Dan juga sepanjang kudirikan sholat malam setelahnya. Perasaanku sangat terharu, karena pada kesempatan pertama sholat di Masjid Nabawi aku diberi oleh Allah untuk bisa langsung sholat di Roudhoh. Maka sepanjang kiyamul lail tersebut tidaklah berhenti air mataku mengalir keluar dari mataku. Dan juga aku teringat dosa-dosa yang telah kuperbuat, untuk itu aku mohon tobat kepada-NYA. Ahmad Mustofa Jamaah Haji 2009


Read more : http://licejess.blogspot.com



Haji, Sebuah Perjalanan Penuh Air Mata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar